Tradisi Grebeg Sekaten
TRADISI GREBEG SEKATEN
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Sejak
runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun 1400 M, agama Islam mulai tumbuh di
Tanah Jawa. Hal ini ditandai dengan munculnya kerajaan Demak di Jawa Tengah.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara
Jawa (pesisir). Pada perkembangannya, muncul pula Kerajaan Pajang, selanjutnya
Mataram, Kartasura dan yang terakhir Surakarta Hadiningrat. Seiring penyebaran
ajaran agama Islam yang semakin luas, kerajaan-kerajaan tersebut memiliki andil
yang besar. Terlebih kelima kerajaan tersebut merupakan kerajaan Islam. Secara
otomatis pedoman dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari bersumber dari ajaran
agama Islam.
Selain
sebagai pusat syiar agama Islam, keraton juga turut menyumbangkan andil dalam
lahirnya tradisi-tradisi kebudayaan. Pencampuran berbagai budaya menyebabkan
ragam upacara-upacara tradisi semakin beragam. Antara budaya Islam, kejawen,
dan juga tradisi Hindhu-Budha sebagai sisa-sisa dari budaya Kerajaan Majapahit
berbaur menjadi satu. Proses akulturasi tersebut terjadi seiring berjalannya
waktu. Salah satu contoh upacara tradisi yang berhubungan dengan budaya Islam
adalah upacara sekatenan di keraton Surakarta Hadiningrat. Upacara tersebut
merupakan upacara peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara tersebut
berhasil menyedot antusiasme masyarakat untuk menyaksikan jalannya upacara. Hal
ini merupakan tradisi keraton yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Solo dan
sekitarnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
pemamaran latar belakang diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
sejarah dari Tradisi Grebeg Sekaten?
2.
Bagaimanakah
prosesi pelaksanaan Tradisi Grebeg Sekaten?
3.
Pembahasan
tentang sesaji di Tradisi Grebeg Sekaten
BAB 2.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Tradisi Grebeg Sekaten
Sekaten
merupakan sebuah upacara keraton yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon,
asal-usul upacara ini telah muncul sejak zaman Kerajaan Demak. Upacara ini
sebenarnya merupakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Menurut cerita
rakyat, kata sekaten berasal dari istilah kredo dalamagama Islam, yaitu
Syahadatain. Sekaten berhubungan erat dengan proses Islamisasi di Tanah Jawa.
Dahulu kala, pada saat Kerajaan Demak ada Wali Songo yang sedang menyebarkan
ajaran Agama Islam di bawah pemerintahan Prabu
Brawijaya V. Raja Demak yang pertama adalah Raden Patah yang bergelar Sultan
Bintara.
Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk memajukan tersiarnya agama Islam di seluruh kerajaan. Sultan Bintara selalu memikirkan bagaimana caranya agar agama Islam dapat menyinari semua pelosok negeri, dan bagaimana orang-orang yang telah memeluk agama Hindu itu akan insyaf dan meyakini kebenaran ajaran Islam.
Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya:
1) Semedi
Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan sholat.
2) Sesaji
Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin.
3) Keramaian
Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-dewa, diganti keramaian menghormat hari-hari raya Islam..
Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk memajukan tersiarnya agama Islam di seluruh kerajaan. Sultan Bintara selalu memikirkan bagaimana caranya agar agama Islam dapat menyinari semua pelosok negeri, dan bagaimana orang-orang yang telah memeluk agama Hindu itu akan insyaf dan meyakini kebenaran ajaran Islam.
Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya:
1) Semedi
Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan sholat.
2) Sesaji
Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin.
3) Keramaian
Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-dewa, diganti keramaian menghormat hari-hari raya Islam..
Karena orang Jawa suka gamelan, maka pada hari raya Islam yaitu
hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, sebaiknya dalam masjid juga diadakan tabuh
gamelan, agar orang-orang tertarik. Jika sudah berkumpul kemudian diberi
pelajaran tentang agama Islam. Dan untuk keperluan itu, para wali menciptakan
seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Sekati.
Usul dari Sunan Kalijaga tersebut disepakati oleh wali yang lainnya dan Raden Patah, yaitu pada hari lahir Nabi Muhamad, 12 Mulud, dalam masjid dipukul gamelan. Tanggal 12 Mulud selain merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW juga merupakan hari wafat beliau. Ternyata banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid untuk mendengarkan bunyi gamelan. Orang-orang tersebut datang ke masjid walaupun rumahnya jauh, sehingga mereka bermalam di alun-alun atau sekitar masjid.
Pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut, selain rakyat, para bupati pesisir juga datang ke kota kerajaan untuk memberi sembah pada raja. Mereka datang beberapa hari sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat rumah di alun-alun untuk bermalam. Bupati menghadap raja dan kemudian menggiring raja ke masjid. Karena banyaknya orang yang menggiring raja tersebut, timbul perkataan ”Garebeg” yang berasal dari kata ”anggrubyung” yang berarti menggiring.
Orang-orang yang datang di halaman masjid itu disuruh untuk mendengarkan pidato-pidato tentang ajaran agama Islam yang mudah-mudah dahulu. Pertama mereka diberi tahu maksudnya syahadat dan bagaimana bunyinya. Dari itulah timbul kata sekaten yang berasal dari bahasa Arab ”syahadatain”. Kalimat syahadat merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh seseorang untuk masuk Islam, yang mempunyai arti: tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat syahadat itu juga ditulis di atas pintu gerbang masjid. Karena banyak orang yang datang berduyun-duyun ke masjid dan banyak yang bermalam, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar masjid dan alun-alun.
Usul dari Sunan Kalijaga tersebut disepakati oleh wali yang lainnya dan Raden Patah, yaitu pada hari lahir Nabi Muhamad, 12 Mulud, dalam masjid dipukul gamelan. Tanggal 12 Mulud selain merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW juga merupakan hari wafat beliau. Ternyata banyak orang yang berduyun-duyun datang ke masjid untuk mendengarkan bunyi gamelan. Orang-orang tersebut datang ke masjid walaupun rumahnya jauh, sehingga mereka bermalam di alun-alun atau sekitar masjid.
Pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut, selain rakyat, para bupati pesisir juga datang ke kota kerajaan untuk memberi sembah pada raja. Mereka datang beberapa hari sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat rumah di alun-alun untuk bermalam. Bupati menghadap raja dan kemudian menggiring raja ke masjid. Karena banyaknya orang yang menggiring raja tersebut, timbul perkataan ”Garebeg” yang berasal dari kata ”anggrubyung” yang berarti menggiring.
Orang-orang yang datang di halaman masjid itu disuruh untuk mendengarkan pidato-pidato tentang ajaran agama Islam yang mudah-mudah dahulu. Pertama mereka diberi tahu maksudnya syahadat dan bagaimana bunyinya. Dari itulah timbul kata sekaten yang berasal dari bahasa Arab ”syahadatain”. Kalimat syahadat merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh seseorang untuk masuk Islam, yang mempunyai arti: tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat syahadat itu juga ditulis di atas pintu gerbang masjid. Karena banyak orang yang datang berduyun-duyun ke masjid dan banyak yang bermalam, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar masjid dan alun-alun.
Di bawah
ini adalah serangkaian prosesi dari awal mulainya upacara sekaten dimulai
sampai penutup.
1.
Perayaan
sekaten diawali dengan slametan atau wilujengan yang bertujuan untuk mencari
ketenraman dan ketenangan.
2.
Satu
minggu sebelum puncak acara sekaten gamelan
dikeluarkan dari keraton dibawa ke Masjid Agung, kemudian diletakkan di
Pagongan Utara dan Pagongan Selatan atau mitos gongso.
3.
Upacara
numlak wajig yang bertempat di magangan kidul.
4.
Miyos
Dalem di Masjid Agung Yogyakarta.
5.
Puncak
acara dari perayaan Sekaten adalah
grebeg maulid, yaitu keluarnya
sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton.
BAB
3. SIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Sekaten
merupakan sebuah upacara keraton yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon,
asal-usul upacara ini telah muncul sejak zaman Kerajaan Demak. Upacara ini
sebenarnya merupakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Menurut cerita
rakyat, kata sekaten berasal dari istilah kredo dalamagama Islam, yaitu
Syahadatain. Sekaten berhubungan erat dengan proses Islamisasi di Tanah Jawa.
Dahulu kala, pada saat Kerajaan Demak ada Wali Songo yang sedang menyebarkan
ajaran Agama Islam.
Mereka
menggunakan berbagai macam cara berdakwah, diantaranya menggunakan media
budaya. Pada waktu itu orang Jawa masih menganut paham Hindhu, kepercayaan
Animisme dan Dinamisme yang masih kuat. Para ulama sepakat untuk mengislamkan
masyarakat Jawa. Sebelum Islam masuk, masyarakat Jawa sudah gemar akan gamelan.
Gamelan biasanya dipakai sebagai pengiring dalam pertunjukan wayang, pengiring
gendhing Jawa. Maka oleh para wali menggunakan gamelan sebagai media dakwah.
Secara
garis besar rangkaian upacara
sekaten adalah
1.
Perayaan
sekaten diawali dengan slametan atau wilujengan yang bertujuan untuk mencari
ketenraman dan ketenangan.
2.
Satu
minggu sebelum puncak acara sekaten gamelan
dikeluarkan dari keraton dibawa ke Masjid Agung, kemudian diletakkan di
Pagongan Utara dan Pagongan Selatan atau mitos gongso.
3.
Upacara
numlak wajig yang bertempat di magangan kidul.
4.
Miyos
Dalem di Masjid Agung Yogyakarta.
5.
Puncak
acara dari perayaan Sekaten adalah
grebeg maulid, yaitu keluarnya
sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton.
Sekaten tidak
hanya menjadi milik
kerajaan saja, tetapi
juga rakyat biasa.
Bagi sebagian besar
masyarakat Yogyakarta baik
yang di perkotaan
maupun pedesaan, dari berbagai
lapisan sosial, memandang
sekaten sebagai sesuatu
yang penting dan merupakan
upacara khas kejawen dengan
hikmah dan berkah,
merupakan kebanggaan daerah
serta mengingatkan pada sejarah
kerajaan Mataram lslam yang
didirikan Panembahan Senopati.
DAFTAR
PUSTAKA
Notosusanto,
Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 3, Jakarta : Balai Pustaka.
Soekmono.
1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Jakarta: PENERBIT KANISIUS.
http://vicky-nurul.blogspot.com/2012/02/sekaten-sebagai-sarana-dakwah-islam-di.html.
https://ruryarvianto.wordpress.com/2013/01/01/upacara-sekaten.
https://ruryarvianto.wordpress.com/2013/01/01/upacara-sekaten/
Komentar
Posting Komentar