Gunadarma

Perbandingan Kebijakan Kependudukan Indonesia Dengan Negara Lain


  
Wakil Presiden, Jusuf Kalla menyebut kebijakan kependudukan di Indonesia dinilainya berhasil di dunia. Sebab, pemerintah memberlakukan kebijakan kependudukan bersamaan dengan pembangunan yang berlanjut serta menyeimbangkan dengan lingkungan. Tak hanya itu, kebijakan kependudukan di Indonesia juga disebutnya telah sesuai dengan agama, budaya, kesehatan, dan ekonomi.

"Sehingga konsep KB di Indonesia tentu dianggap hal yang baik di dunia ini. Tapi dengan kombinasi-kombinasi, kombinasi transmigrasi pada zaman lalu, tapi tentu upaya transmigrasi sukarela juga berjalan dengan baik. Hal itulah yang menjadi upaya kita, bagaimana upaya kependudukan ini dapat berhasil," kata Kalla, Senin (21/9). 

Lalu sebagaimana diketahui jumlah penduduk selalu bertambah setiap tahunnya, sedangkan luas wilayah akan selalu tetap. Ditambah saat ini Angka Harapan Hidup (AHH) semakin tinggi. Artinya bahwa jumlah kelahiran yang ada tidak mungkin diimbangi dengan terjadinya kematian karena tolok ukur pengendalian jumlah penduduk dikatakan berhasil disaat angka kelahiran dan kematian rendah. Namun persoalannya terletak pada persebaran yang tidak merata dan tantangan beberapa tahun kedepan.

Tantangan tersebut sudah mulai dirasakan saat ini seperti pengangguran, masalah pangan, kemacetan transportasi, sampah, alih fungsi lahan, dan masih banyak persoalan lain akibat pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Saat ini di Indonesia angka kelahiran masih harus terus ditekan sehingga penduduk dapat tumbuh seimbang. Salah satu langkah yang dilakukan BKKBN adalah dengan adanya Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang nantinya akan mendorong perempuan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi sekaligus mendorong perempuan untuk masuk ke pasar kerja. Keberhasilan program pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Indonesia membuat struktur umur penduduk berubah. Jumlah penduduk usia muda (0-14) menjadi semakin kecil, penduduk usia produktif (15-64) semakin besar dan jumlah penduduk lanjut usia (65+) lebih sedikit jika dibandingkan dengan penduduk usia produktif sehingga angka ketergantungan menjadi semakin kecil.. Kembali lagi ke Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera Wilayah di Indonesia memiliki karakterstik yang beragam. Sama halnya dengan kondisi demografinya, dari wilayah Aceh hingga Papua yang memiliki memiliki tingkat kepadatan penduduk berbeda. BKKBN perlu lagi untuk kembali menekankan lagi bahwa program KB tidak semata-mata untuk kepentingan pemerintah. Program KB yang dilaksanakan tidak bersifat memaksa, tetapi dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai pada masyarakat tentang makna membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Program KB tidak hanya sekedar anjuran dua anak cukup tetapi menghormati hak reproduksi seseorang. Hal ini diwujudkan melalui perencanaan keluarga, jarak kehamilan anak pertama dan kedua serta pada usia berapa hingga berapa yang nantinya disesuaikan dengan kondisi kesehatan wanita dan kondisi perekonomian masing-masing keluarga.

Lain di Indonesia, lain juga cerita tentang kebijakan tentang Keluarga Berencana yang pernah dilakukan di negara lain. Jumlah populasi di suatu negara, terkadang memaksa pemerintah untuk menerapkan kebijakan pengendalian, agar tidak terjadi over populasi yang berdampak buruk bagi negara tersebut. Beberapa dari kebijakan-kebijakan tersebut bisa dianggap ekstrem, aneh, dan mungkin ada yang menganggap mengekang kebebasan warga negaranya. Berikut adalah kebijakan-kebijakan tentang Keluarga Berencana di beberapa negara:

1. Stop at Two dan Graduate Mother Scheme di Singapura

Stop at Two adalah kebijakan kontrol populasi mirip KB di Indonesia yang diberlakukan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, pada akhir 1960-an. Saat itu, PM Lee khawatir pertumbuhan populasi akan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi Negeri Singa itu. Dalam kampanyenya, perempuan yang telah memiliki dua anak dianjurkan untuk melakukan sterilisasi dengan berbagai insentif menarik misalnya uang dalam jumlah besar. Namun, bagi mereka yang melanggar akan mendapatkan pengurangan fasilitas, terutama pendidikan dan perumahan, pengenaan denda bagi setiap anak mulai dari ketiga sampai seterusnya.

Graduate Mother Scheme adalah sebuah kebijakan kontrol populasi lain yang tidak biasa sempat berlaku di Singapura pada 1984. Berbeda dengan Stop at Two, kebijakan kontrol populasi ini lebih berperan sebagai biro jodoh bagi para perempuan Singapura yang telah lulus perguruan tinggi. PM Lee Kuan Yew melihat para perempuan berpendidikan tinggi yang belum mendapatkan pasangan sebagai sebuah masalah sosial yang serius. Merasa khawatir akan hal ini, dia mendorong para pria Singapura untuk memilih para perempuan berpendidikan tinggi. Tahun itu, kebijakan Graduate Mother Scheme (GMS) diumumkan dan biro jodoh Social Development Unit (SDU) dibentuk. SDU berperan sebagai wadah sosialisasi bagi para sarjana pria dan wanita untuk bersosialisasi. Sedangkan Social Development Service (SDS) disediakan bagi mereka yang bukan lulusan perguruan tinggi. Berbagai keistimewaan diberikan bagi para sarjana yang berpartisipasi dalam program ini, di antaranya pemotongan pajak dan prioritas perumahan. Namun, kebijakan ini dihapuskan setahun kemudian karena banyaknya protes dari warga Singapura. Kebijakan ini muncul karena PM Lee percaya bahwa “bibit” yang bagus akan menghasilkan buah yang bagus pula.

2. One Child Policy di China

Kebijakan ini telah dihapuskan pada 2015. One Child Policy di China adalah salah satu kebijakan kontrol populasi paling dikenal yang pernah diberlakukan di dunia. Sejak 1979, setiap keluarga di China hanya diizinkan untuk memiliki satu orang anak saja, atau mereka akan dikenai denda besar dengan berbagai pencabutan fasilitas dan pelayanan yang diberikan negara kepada mereka. Begitu beratnya denda dan hukuman yang diberikan, beberapa pasangan memilih melakukan aborsi terhadap janin mereka, dan diduga ada anak-anak yang disembunyikan oleh orangtuanya karena hal ini. Kebijakan ini mulai dilonggarkan pada 2013, sebelum dihapuskan pada tahun 2015 setelah China menyadari ada ketimpangan demografi usia penduduk mereka. Sekarang, keluarga di China dapat memiliki maksimal dua orang anak.

3. Solusi Sterilisasi Berhadiah Mobil di India

India sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, tentu saja populasi jadi salah satu masalah bagi negara ini. Demi menghambat perkembangan penduduknya, Pejabat Kesehatan di Provinsi Rajashtan, India, mengumumkan sebuah kampanye yang mendorong warganya, laki-laki dan perempuan untuk melakukan sterilisasi sehingga mereka tidak bisa memiliki anak lagi. Sebagai gantinya, mereka dijanjikan hadiah-hadiah menarik seperti motor, televisi, blender, bahkan mobil. Penawaran ini berlaku bagi seluruh warga India, tidak hanya penduduk Rajashtan saja. Penawaran serupa juga dilakukan di provinsi-provinsi lainnya di India, setelah kampanye nasional untuk sterilisasi diberhentikan pada 1970 karena protes dari ribuan penduduk yang mengaku dipaksa untuk menjalani operasi.

Hal –hal yang telah disampaikan tersebut hanya sebagai perbandingan bahwa di Indonesia program yang dijalankan oleh Pemerintah masih lebih manusiawi dibandingkan dengan kebijakan yang telah atau pernah dijalankan di negara lain.. Di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai sumber daya alam melimpah menjadi suatu tantangan tersendiri untuk dapat mengoptimalkan potensi sumber daya manusianya yang baik. Salah satu caranya adalah dengan Program Keluarga Berencana yang saat ini harus segera digencarkan lagi, slogan dua anak cukup harus mulai tertanam kembali pada pola pikir masyarakat. Hal ini yang melatarbelakangi mengapa perlu ditanamkan pentingnya perencanaan keluarga terkait kelahiran yang tepat. Pemerintah saat ini, harus dapat mengatasi masalah kependudukan termasuk pengaturan Keluarga Berencana lebih baik lagi sehingga dapat mengembalikan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera.



Sumber :

Komentar

Postingan Populer